#Masyhur Tapi Tak Shahih : Hadits “Cinta Tanah Air Bagian Dari Iman”

#Masyhur Tapi Tak Shahih : Hadits “Cinta Tanah Air Bagian Dari Iman”

Seri #MasyhurTapiTakShahih

Hadits ke-65 :

حب الوطن من الإيمان

“Cinta Tanah Air Adalah Bagian Dari Keimanan”

Derajat hadits: Maudhu’ (palsu).

Sungguh telah tersebar dengan sangat populer ditengah-tengah ummat bahwa ungkapan ini merupakan bagian dari hadits Nabi, padahal tidak demikian melainkan ia hanyalah ungkapan orang awam. Para ahli ilmu telah menjelaskan bahwa penyandaran perkataan ini kepada Nabi adalah tidak valid. Diantaranya:

  1. Ash-Shaghani dalam Al-Maudhu’at hal. 47 no. 81 mengatakan: “Hadits ini maudhu”.
  2. Al-Qaari dalam Al-Mashnuu’ no. 106 mengatakan: “Hadits ini tidak ada asalnya menurut para huffazh ahli hadits”.
  3. Az-Zarkasyi berkata: “Aku tidak menemukan (sumber)nya”. (Al-Asraar Al-Marfu’ah hal. 180).
  4. As-Sakhawi dalam Al-Maqashid Al-Hasanah no. 386 mengatakan: “Aku tidak menemukan (sumber)nya”.
  5. Ibnu Diiba’ dalam At-Tamyiz hal. 68 mengatakan: “Guru kami mengatakan bahwa ia tidak menemukan (sumber)nya”.
  6. Al-‘Ajluni menyebutkan hadits ini dalam Kasyful Khafaa’ (1/413) no. 1102 kemudian menukilkan komentar As-Sakhawi dan Ash-Shaghani.
  7. Al-‘Amiri dalam Al-Jiddu Al-Hatsiits no. 125 mengatakan: “Ini bukan hadits”.
  8. Al-Luknawi dalam Zhafarul Amani hal. 269 mengatakan: “Hadits ini populer ditengah ummat, dalam Majma’ul Bihaar dikatakan bahwa hadits ini tidak ada asalnya”.
  9. Al-Bairuti dalam Asnal Mathalib no. 551 mengatakan: “Hadits ini maudhu'”.
  10. Ash-Shalihi dalam Asy-Syadzrah no. 343 mengatakan: “Aku tidak menemukan (sumber)nya”.
  11. Al-Albani dalam Adh-Dha’ifah (1/55) no. 36 mengatakan: “Hadits ini maudhu'”.
  12. Muqbil Al-Wadi’i dalam Al-Muqtarah hal. 9 mengatakan: “Hadits ini telah tersebar dan populer padahal tidak valid berasal dari Nabi”.
  13. Lajnah Da’imah (4/466) : “Ini bukan hadits, melainkan hanyalah ucapan yang tersebar di lisan orang-orang”.
  14. Ibnu ‘Utsaimin dalam Syarah Nuz’hatun Nazhar hal. 51 mengatakan: “Hadits ini tidak ada asalnya”. Ia juga berkata dalam Kitab Al-‘Ilm: “Hadits ini adalah dusta atas nama Nabi”.

 

Ta’liq (Komentar):

Saya katakan: Tapi apakah makna hadits ini shahih (benar)?

Jawab: Para ulama berbeda pendapat tentang kebenaran makna hadits ini. As-Sakhawi mengatakan: “Hadits ini maknanya shahih”.

Al-Laknawi dalam “Zhafarul Amani” hal 269-270 mengomentari pendapat As-Sakhawi dengan mengatakan:

“Pendapat As-Sakhawi yang menshahihkan makna hadits ini dibantah oleh sebagian ulama dengan mengatakan bahwa hal itu aneh, karena tidak ada hubungan antara cinta tanah air dengan keimanan. Dan bertentangan dengan firman Allah:

وَلَوْ أَنَّا كَتَبْنَا عَلَيْهِمْ أَنِ ٱقْتُلُوٓا أَنفُسَكُمْ أَوِ ٱخْرُجُوا مِن دِيَـٰرِكُم مَّا فَعَلُوهُ إِلَّا قَلِيلٌ مِّنْهُمْ ۖ… ٦٦

Seandainya Kami perintahkan kepada mereka, “Bunuhlah dirimu atau keluarlah kamu dari kampung halamanmu,” niscaya mereka tidak akan melakukannya, kecuali sebagian kecil dari mereka. (QS. An-Nisa [4] : 66).

Maka sungguh ayat ini menjadi dalil bahwa mereka mencintai tanah air mereka meskipun mereka tidak dianggap beriman. Karena yang dimaksud “mereka” dalam ayat ini adalah orang-orang munafik.

Kemudian dijawab lagi, bahwa ucapan As-Sakhawi bukan bermaksud bahwa ‘Tidak ada yang mencintai tanah air kecuali orang mukmin (beriman)’. Melainkan yang dimaksud dari ucapan As-Sakhawi adalah bahwa, ‘Cinta tanah air tidaklah menafikan keimanan’.

Lalu dibantah lagi oleh Ali Al-Qari dalam sebagian risalahnya, bahwa jawaban tersebut dipaksakan dan cacat secara logika sehat. Karena sesungguhnya yang dimaksud As-Sakhawi adalah berdalil dengan ayat Al-Qur’an yang menceritakan tentang orang-orang beriman:

وَمَا لَنَآ أَلَّا نُقَـٰتِلَ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ وَقَدْ أُخْرِجْنَا مِن دِيَـٰرِنَا وَأَبْنَآئِنَا ۖ

“Mengapa kami tidak akan berperang di jalan Allah, sedangkan kami telah diusir dari kampung halaman kami dan (dipisahkan dari) anak-anak kami?”. (QS. Al-Baqarah [2]:246).

Maka dibantahlah pendapat ini dengan memakai ayat “Seandainya Kami perintahkan kepada mereka…” (QS. An-Nisa : 66 sebagaimana telah disebutkan). Maka kedua ayat ini menunjukkan bahwa cinta tanah air itu merupakan karakter manusiawi, bukan merupakan ciri-ciri khusus orang beriman, sehingga tidak bisa dijadikan sebagai tanda-tanda keimanan.

Dan bisa jadi yang dimaksud oleh As-Sakhawi bahwa hadits ini ‘maknanya shahih’ adalah maksud tanah air disini artinya surga. Karena surga adalah tempat tinggal pertama bagi Adam. Atau mungkin juga maksudnya Makkah, karena Makkah adalah Ummul Qura (induk seluruh negeri) yang ada di dunia”. —-Selesai ucapan Al-Laknawi)

Syaikh Al-Albani berkata: “Dan makna hadits ini tidaklah tepat. karena rasa cinta kepada tanah air, sebagaimana kecintaan terhadap diri sendiri, harta, dan lain-lain, merupakan naluri manusiawi, yang tidak dipuji dan juga bukan merupakan syarat keimanan, tidakkah engkau melihat bahwa semua orang memiliki kecintaan ini tanpa ada perbedaan antara mukmin dan kafir?” (Silsilah Adh-Dha’ifah 1/110).

Dan sebagian ulama berkata, Adapun maknanya adalah bahwa mencintai tanah air merupakan bagian dari iman, dan ucapan ini tidaklah tepat ditinjau secara syariat, karena mencintai tanah air merupakan fitrah dan tabiat yang dimiliki oleh setiap orang, baik yang mukmin, fasik maupun kafir, dan tidak ada kaitannya dengan agama. Jika tidak, maka seharusnya Salman Al-Farisi yang mencintai negeri-negeri Arab terutama Madinah, dan tidak mencintai Persia tempat ia, ayah dan kakeknya dilahirkan dan dibesarkan yang merupakan tanah air dan tempat kelahirannya, berarti ia telah kehilangan sebagian dari keimanannya. Demikian pula seharusnya Abu Jahal, Utbah bin Rabi’ah dan orang-orang kafir Quraisy lainnya akan dinilai memiliki sebagian keimanan atau memiliki sifat-sifat keimanan, karena mereka mencintai tanah airnya yaitu Mekkah, maka keharusan tersebut juga tidak sah.

 


Diterjemahkan dari Kitab “Is’aaful Akhyaar bimaa isytahara wa lam yashih min Al-Ahaadiits wal Aatsaar wal Qashash wal Asy’aar” karya Muhammad bin Abdullah Bamusa

Copyright © 2025 Abu Azzam Al-Banjary